Tandiyo Pradekso, M. Bayu Widagdo, Melani Hapsari (2013)
Buku
Materi Pokok Produksi Media
Jakarta: Universitas Terbuka.
Modul 1.
Kompetensi
Khusus:
Mahasiswa
dapat menjelaskan: karakteristik media
audiovisual, era konvergensi dalam
media
audiovisual, bahasa audiovisual, karakter penonton media audiovisual.
Kegiatan
Belajar 1: Audiovisual sebagai Media Komunikasi Massa
Medium komunikasi mengalami proses cyclic (berulang), walau tidak
sama. Dulu orang menggunakan oral/auditory dan
visual secara langsung dan
bersama saat berkomunikasi. Kemudian dengan menggunakan medium goresan,
misalnya pada batu, kayu, dll. Kemudian menggunakan media cetak yang mudah
didistribusikan ke lintas daerah. Kemudian dengan menggunakan alat
elektronik: pengeras suara. Kemudian
dengan radio, alat perekam suara, telepon, sehingga pesan dapat ditransmisikan
melintas wilayah dengan hampir tak terbatasi jarak dan waktu.
Ketika gambar dan suara dapat direkam bersama dan ditransmisikan
(misalnya televisi), manusia seolah kembali ke masa di mana orang berkomunikai
dengan oral/auditory dan visual secara langsung dan bersama. Tetapi bedanya,
komunikasi sekarang dapat dilakukan lintas ruang dan waktu.
A. Karakteristik Media Audiovisual
Perkembangan medium audiovisual sekarang
ini tidak lepas dari media perekam
visual (kamera foto), atau dengan kata lain medium audiovisual mengadopsi cara
kerja mesin fotografi. Teknologi audiovisual merujuk pada audio dan
visual.
Medium film banyak digunakan untuk media
audiovisual film bioskup dan iklan/acara televisi. Film dikatakan medium
audiovisual yang baik (Jim Stinson-2002):
1.
Peralatan
film relatif portable, sehingga lokasi produksi lebih praktis,
2.
Kemampuan
untuk memproduksi gambar hitam putih atau warna sangat tinggi,
3.
Gambar
dan suara direkam pada jalur yang terpisah dalam film, sehingga memberikan
peluang untuk melakukan improvisasi dalam editing lebih leluasa.
Medium televisi
sekarang memiliki karakteristik:
1.
Ukuran
kamera lebih kecil dan portable,
2.
Fitur
kamera (gambar dan suara) semakin lengkap dan terintegrasi, dan memiliki
ketajaman gambar dan warga dengan kualitas yang sangat tinggi,
3.
Sistem
perekaman telah disempurnakan, sehingga sinyal televisi dapat direkam dan
diedit secara elektronik.
Film dan televisi seolah bersaing dalam
memproduksi gambar. Namun perbedaan mendasar, film tetap menggunakan medium
yang sama (pita seluloid), sedangkan televisi dengan format video. Film
dikatakan lebih kaya warna jika dibandingkan dengan video. Video dipandang
masih kurang jernih gambarnya dan kasar karena resolusinya rendah. Produksi
film mahal dan panjang, sedang video ratusan kali lebih murah dan sederhana.
Film sangat sensitif terhadap pencahayaan, maka proses lebih rumit, demikian
juga proses perekaman suaranya karena dilakukan pada jalur yang berbeda. Film
lebih komplek, utamanya pada color balancing, penambahan efek transisi dan
editing.
B. Era Konvergensi
Teknologi komunikasi terkini membuat
penyatuan keunggulan dan menutup kekurangan produksi film dan video.
High-definition video (HDV) mampu merekam gambar hampir sama dengan film,
sedangkan film mengakomodasi modus perekaman gambar secara elektronik. Proses konvergensi
(penyatuan) ini melahirkan medium visual hybrid antara format film dan video.
Iklan, direkam dalam format film, lalu ditransfer ke videotape, kemudian ke
proses video. Pada film bioskup, special effects dibuat secara elektronik dan
kemudian ditrasfer ke film. Pembuatan
special effects sendiri dengan komputer termasuk proses digitalisasi
film dengan mentransfer per film frame dan mengkonversi ke pola pixels.
Proses selanjutnya adalah digitalisasi
khususnya untuk tata suara pada film dan video. Dalam hal ini diperlukan
software dan multiplayer sound tracks.
Konvergensi dan perkembangan teknologi media audiovisual membawa
dampak:
1.
Perluasan
ragam produksi program video, pemanfaatan modus distribusi televisi siaran,
televisi kabel, televisi satelit, dan internet,
2.
Meluasnya
penggunaan video ke berbagai kehidupan, misalnya: kedokteran, pendidikan,
industri, penegakan hukum, dsb.,
3.
Munculnya
peluang karier di bidang video,
4.
Media audio,
grafis, dan audiovisual telah bertransformasi dengan sinyal digital melalui
WiFi, WiMax, atau dengan sistem distribusi nirkabel lainnya.
5.
Mendorong
perubahan dalam sistem produksi media, konsep-konsep dan teori-teori, teknologi
dan sistem distribusi, dan sistem ekonomi dan cara menghasilkan keuntungan,
6.
Terjadinya
perubahan sistem dan jenis penyimpanan video, audio, dan data (digital),
munculnya perkembangan permainan digital (games) melalui internet.
Contoh konkrit: dulunya penjualan lagu
melalui pita kaset, CD, sekarang melalui nada dering telepon seluler atau
internet. Streaming video melalui internet juga akan ditingkatkan kualitasnya.
Kegiatan
Belajar 2: Seni dan Komunikasi Video
Komunikasi yang baik tidak lepas dari seni berkomunikasi. Oleh
karena itu, untuk menjadi komunikator, analis, perencana komunikasi, seseorang
harus memahami seni berkomunikasi.
A. Bahasa Audiovisual
Jika seseorang melihat film atau video,
seolah-olah orang tersebut mengalami sendiri. Komunikasi video menggunakan
bahasa visual, bahasa yang memiliki kaidah seperti tatabahasa tulis. Image
dapat diibaratkan sebagai suatu kata, sebuah
shot seperti kalimat lengkap, sedangkan adegan (scene) adalah sebuah alinea,
dan sekuen seperti bab. Bahasa visual dalam vodeo mempunyai kekuatan sosial
yang sangat penting, karena akan menyampaikan pesan kepada khalayak.
Pada tingkatan dasar, video memiliki
tatabahasa yang setara dengan subyek, kata kerja, predikat, atau aturan waktu.
Pada tingkatan yang lebih tinggi, video memiliki semacamg kesusasteraannya
sendiri, yang merupakan teknik untuk menciptakan cara berekspresi yang
spesifik: komposisi dna gerak kamera, kontinuitas gambar, dan pengendalian
ritme program video.
Untuk memberikan makna pada konten film
diperlukan kombinasi dari: penggunaan perangkat teknik dan penyelarasan dengan
suara dan nilai-nilai kultur atau norma dan konvensi yang berkaitan dengan
aksi, peristiwa, dan adegan yang ada dalam film tersebut.
Tiga proses yang menentukan bahasa
audiovisual:
1.
Overlapping
practices (aktivitas yang saling tumpang tindih). Hal ini terjadi saat
pengolahan data digital dengan komputer.
2.
Memudarnya
batas-batas konseptual mengenai potensi makna. Hal ini dikarenakan berubahnya pola distribusi film: penerapan
siaran televisi digital, home cinema,
home theater. Ini dapat memunculkan sistem berlangganan, pay-as-you-go,
film/video-on-demand,
3.
Munculnya
berbagai hybrid practices yang baru. Orang tidak sekedar menonton, tapi
dengan perangkat yang ada orang tersebut dapat melakukan interaktif, bahkan
mengendalikan keadaan.
B. Memahami Karakter Penonton
Memahami karakter penonton atau spectator
adalah penting guna untuk mengetahui selera apa yang disukai, agar karya video
mendapatkan apresiasi.
Karakter penonton:
1.
Kemampuan
menduga adegan selanjutnya dan ingin membuktikan dugaannya pada adegan
berikutnya,
2.
Memiliki
kecenderungan menurut terhadap alur cerita atau informasi yang diberikan oleh
produser, walau kadang tersembunyi. Jika interpretasi salah, penonton akan
menganggap suatu surprise.
3.
Cenderung
tertarik pada tokoh yang baik atau memiliki kemampuan hebat (protagonis)
kemudian Mengikat diri kepada tokoh yang disukai,
4.
Menghitung
alur pemecahan masalah, pemecahan masalah jangan terlalu ringan atau terlalu
berat,
Dalam produksi audiovisual perlu mempertimbangkan/menganalisa aspek
distribusi dan demografis.
Dalam konteks pemasaran, aspek estimasi: jumlah khalayak, komposisi
demografinya, kebutuhan dan seleranya adalah yang yang sangat mendasar dan
penting.
0 comments:
Post a Comment